Penyakit Lepra
Penyakit
lepra merupakan infeksi progresif
lambat yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, penyakit ini mengenai kulit
dan saraf perifer dengan konsekuensi deformitas yang menimbulkan deformitas.
- M. Leprae yang terinhalasi difagositosis oleh monosit dan
makrofag pulmoner menyebabkan penyebaran lewat darah, tetapi kuman tersebut
terutama hanya tumbuh dalam jaringan perifer yang lebih ringan.
- Penyakit lepra memiliki dua pola penyakit (bergantung pada
respons imun hospes):
a.
Penyakit lepra tuberkuloid : lesi
kulit yang kering, bersisik dan tak kentara yang disertai gangguan sensibilitas
dan lesi saraf perifer yang asimetrik.
b.
Penyakit lepra lepromatosa (anergik) : penebalan
kulit dan pembentukan nodul yang menimbulkan cacat tubuh dengan disertai
keruskaan pada sistem sara akibat invasi mikobakterium ke dalam sel-sel
makrofag perineural dan sel-sel Schwan.
c.
Penyakit lepra tuberkuloid disertai dengan respons T-helper tipe 1 (IFN-y) dan
penyakit lepra lepramatosa disertai dengan respons T-helper tipe 2 yang tidak
efektif.
Penyakit
lepra (sejenis penyakit kulit yang membuat tubuh penderitanya membusuk,
mengering dan akhirnya tanggal satu per satu). Penderita lepra biasanya
dipandang dengan perasaan jijik dan hina. Mereka
yang terkena penyakit lepra dijauhi masyarakat karena takut akan tertular
penyakit mengerikan iut. Tidak ada yang berani mendekati, ada yang berani
mendekati, apalagi merawat para penderita lepra. Penyakit lepra merupakan
penyakit negeri dengan mudah dapat mengetahui siapa di antara mereka yang
menderita penyakit lepra.
Lepra
adalah penyakit menjijikkan yang terjadi karena menyebarnya titik hitam
diseluruh tubuh dan merusak sel-sel anggota badan juga kerangka dan bentuknya.
Pada akhirnya ia pun mampu merusak sel penyambung antara satu anggota dengan
lainnya hingga seolah satu dengan lainnya saling memakan dan berjatuhan.
Lepra
adalah suatu penyakiit kulit yang disebabkan oleh kuman mycobacterium leprae.
Serangan kuman lepra yang berbentuk batang ini biasanya menyerang kulit, saraf,
mata, selaput lendir hidung, otot, tulang dan buah zakar. Lepra yang disebut juga dengan penyakit Hansen yang merupakan
penyakit kulit yang diakibatkan oleh infeksi menahun yang ditandai dengan
adanya kerusakan saraf perifer yang menyerang hampir seluruh bagian kulit.
Penyakit lepra ini termasuk penyakit menular yang harus
dihindari. Jika ada seseorang yang menderita penyakit lepra berat dan tidak
tertangani, sewaktu-waktu bakteri lepra akan menyebar ke udara dan sekitar 50%
kemungkinan tertular dengan penyakit lepra ini. Penyakit lepra juga mudah
ditularkan melalui hubungan yang sangat dekat dengan penderita lepra itu
sendiri.
Selain itu penyakit lepra yang melepaskan bakteri lepra juga
mudah ditularkan melalui serangga seperti nyamuk, kutu busuk, atau melalui
benda yang biasa digunakan oleh penderita lepra. Mereka yang tidak tertular
penyakit lepra berarti memiliki pertahanan sistem kekebalan tubuh yang baik,
karena penyakit lepra terbagi menjadi yakni penyakit lepra ringan (lepra
tuberkuloid) dan penyakit lepra berat (lepra lepromatosa).
Penyakit Lepra
Atau Kusta
Penyakit lepra atau kusta adalah penyakit yang terjadi secara menahun yang muncul dengan
secara lambat, biasanya selama bertahun-tahun terjadi. Penyakit lepra atau kusta ini bisa ditularkan dengan
mudah, biasanya mereka yang tinggal satu rumah dengan penderita lepra atau
kusta ini akan dengan mudah terserang juga. Gejala
dari penyakit lepra atau kusta salah satunya ditandai dengan hilangnya daya
rasa atau kebal, biasanya gejala awalnya ditandai di daerah tangan dan juga
kaki. Kemudian kadang-kadang mereka yang menderita akan merasakan rasa terbakar
tanpa diketahui, karena tidak bisa merasakan panas atau merasakan sakit.
Gejala dari penyakit lepra atau kusta yang lainnya adalah bercak pucat atau bercak yang
besar seperti bercak jamur yang biasanya pada bagian tengahnya ini mengalami
kehilangan untuk merasa, bengkaknya saraf yang pada akhirnya membentuk seperti
benjolan atau juga tali yang tebal yang ada di bawah kulit, serta luka yang
melebar dan terjadi secara menahun, namun hal ini tidak menimbulkan gatal atau
juga sakit.
Gejala
yang terjadi dari penyakit lepra atau kusta yang menyerang wajah adalah kulit
wajah yang terasa tebal dan juga berbenjol-benjol, atau daun telinganya menjadi
tebal, pendek dan berbentuk persegi. Alis
mata yang rontok dimulai dari luar dan kemudian semuanya.
Gejala selanjutnya
ditandai dengan lumpuhnya kaki atau tangan yang menyerupai dengan clawhand atau
cakar. Jari-jari tangan dan kaki ni biasanya akan menjadi lebih pendek dan akan
terlihat seperti puntung. Cara
mengobati penyakit lepra atau kusta ini bisa dilakukan namun membutuhkan waktu
yang bertahun-tahun. Salah
satu obat yang bisa mengatasi dan mengobati penyakit kusta atau lepra ini adalah sulfon. Jika yang dirasa reaksi lepranya
berbentuk panas, ruam, sakit dan juga dirasa mengalami pembengkakan pada tangan
atau kaki, atau juga kerusakan pada mata, maka tetaplah untuk minum obat
tesebut dan tetap lakukan pemeriksaan ke dokter untuk mengontrol keadaan.
Penyakit Lepra dan
Pengobatannya
Faktor penting dalam diagnosis lepra adalah inklusinya pada
diagnosis banding gangguan kulit pada setiap orang yang bertempat tinggi di
daerah lepra endemik. Lesi kulit anesteri dengan atau tanpa penebalan syaraf
perifer sebenarnya patognomonis lepra. Biopsi kulit ketebalan penuh dari lesi
aktif (diwarnai dengan pewarnaan histologi standar dan pewarnaan tahan-asam
seperti Fite-Faraco)merupakan prosedur optimal untuk konfirmasi diagnosis dan
klasifikasi penyakit yang tepat. Basil tahan asam jarang ditemukan pada
penderita dengan penyakit indetermintae dan tuberkuloid, sehingga diagnosis
pada kasus ini didasarkan pada gambaran klinis dan adanya granuloma kulit yang
khas.
Uji klinis, mikrobiologi dan radiologi rutin mempunyai peran
kecil atau tidak ada dalam diagnosis lepra, walaupun mereka mungkin berguna
dalam mengesampingkan diagnosis lain. Berbagai assay untuk serum antibodi yang
diarahkan terhadap antigen unik M.leprae telah dikembangkan, tetapi uji
sekarang tidak cukup sendotif dan spesifik pada penyakit aktif untuk menjadi
berguna pada tujuan diagnostik klinis.
Pengobatan
Penyakti Lepra
Hanya tiga agen antimikroba yang telah terbukti secara tetap
efektif pada pengobatan lepra. Sejak awal tahun 1940, dapsone (diaminodifenil
sulfon) tetap merupakan dasar terapi kaerna harganya rendah, toksisitas minimal
dan tersedia luas. Sayangnya, resisten sekunder cenderung berkembang ketika
obat ini digunakan sebagai satu-satunya agen.
Lebih menguatirkan adalah semakin bertambahnya insiden
resistensi primer yang telah dilaporkan sampai 30% penderita yang baru
didiagnosis di Malaysia dan Ethiopia. Dermatitis, hepatitis dan
methemoglobulinemia jarang tetapi kemungkinan mematikan. Anemia hemolitika
terkait dosis yang mungkin berat, ditmeukan pada penderita dengan defisinesi
glukose-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD), defisiensi methemoglobin reduktase dan
hemoglobin M. Pemeriksaan kehamilan tidak menunjukkan kenaikan risiko kelainan
janin.
Rifampin
merupakan obat mikobakterisid yang paling tepat untuk M. Leprae mencapai kadar
sangat baik dalam sel, di mana kebanyakan basil lepra menetap. Jarang
dilaporkan resistensi terhadap dapson atau bila status reaksi berulang telah
terjadi. Famakokinetiknya kurang dimengerti, teatpi waktu paruhnya bebeapa
hari. Obat ini dngan cepat diambil oleh sel epitel, suatu sifat yang penting
untuk aktivitasnya tetapi juga menimbulkan hiperpigmentasi kulit, iktiosis,
serosis dan enteritis. Perubahan warna kulit coklat-kemerahan yang kuat secara
kosmetik merupakan penghalang untuk digunakan dan sering mengakibatkan
penghentian atau kurang ketaatan.
Dua pendekatan dianjurkan
untuk menghalangi penularan lepra di daerah endemi. Pertama diarahkan pada
risiko infeksi pada kontak rumah tangga penderita lepra, terutama mereka yang
dengan penyakit multibasiler. Didasarkan pada pemeriksaan kontak secara
periodik teratur dan pengobatan awal pada bukti adanya lepra pertama.Terapi profilaksis dicadangkan untuk lingkungan khusus sehingga
dapat dihindari pengobatan tidak tepat 90-95% kontak yang tidak diharapkan
untuk mengembangkan lepra.
Pendekatan
kedua untuk pengendalian lepra adalah melalui vaksinasi. Akibat dari trial
klinis dengan berbagai vaksin, termasuk bacile Calmette-Guerin telah
mengecewakan tetapi kloning gen baru-baru ini untuk antigen utama M. Leprae
telah memperbaharui harapan untuk perkembangan vaksin efektif.
Lepra
Lepra adalah penyakit kronik yang
dihasilkan oleh infeksi dengan Mycobacterium leprae dan terjadi repson hospes.
Organ yang paling mencolok terkena adalah kulit dan sistem syaraf perifer,
tetapi keterlibatan saluran pernapasan atas, testis dan mata juga relatif sering. Manusia telah lama diduga merupakan satu-satunya hospes M.
Leprae, tetapi infeksi yang didapat secara alamiah telah didokumentasi pada
armadillo di Amerika Serikat selatan timur dan infeksi percobaan telah
dilakukan pada primata, tikus telanjang dan armadillo.
Lesi kulit kronik, madarosis, neuropati sensori yang menyebabkan
kehilangan jari-jari atau tungkai dan paresis akibat disfungsi saraf motoris
merupakan sekule lepra. Sifat kelemahan yang sangat dapat dilihat ini
menimbulkan kecacatan historis “lepra”. Sekule psikologis dan sosisologis dari
stigma ini dapat melemahkan seperti penyakitnya sendiri dan dapat menyebabkan
keterlambatan dalam mencari perhatian medik. Untuk mengatasi prasangka ini,
istilah penderita lepra telah mengganti kata lepra dan penyakit Hansen telah
menjadi nama yang diterima.
Etiologi
Penyakit Lepra
Mycobacterium leprae adalah basil tahan asam dari famili
mikobakteriaseae. Multipliksi M.leprae yang sangat lambat diamati pada model
binatang yang sebagian dapat menjelaskan masa inkubasi yang lama yang ditemukan
pada penyakit manusia: masa 3-5 tahun diduga khas.
Kejadian lepra yang jarnag pada bayi semuda umur 3 bulan memberi
kesan bahwa penularan dalam rahim dapat terjadi atau bahwa masa inkubasi yang
amat pendek dimungkinkan pada keadaan tertentu. Model penularan yang mungkin
termasuk kontak dengan epidermis lepas yang terinfeksi, minum ASI yang
terinfeksi dan gigitan nyamuk atau vektor lain. Namun, sekarang penularan melalui
sekresi hidung yang terinfeksi tampak merupakan dasar pada kebanyakan infeksi.
Keterlibatan nasofaring yang luas ditampakkan sebagai rhinitis kronik lazim
pada penyakit lepratomatosa.
Epidemiologi
Penyakit Lepra
Organisasi kesehatan sedunia (WHO) memperkirakan bahwa diseluruh
dunia ada 11 juta kasus lepra pada tahun 1975. Gambaran ini harus dianggap
perkiraan yang kurang karena penemuan dan laporan kasus tidak cukup. Mulainya
penyakit yang tersembunyi dan laporan kasus tidak cukup. Mulainya penyakit yang
tersembunyi dan stigma sosial menyebabkan penundaan konsultasi medik dan tidak
adanya uji diagnostik sederhana, tidak mahal, membuat konfirmasi diagnosis
kulit.
Kebanyakan
pasien lepra dunia ada di Afrika, India, Asia Tenggara, Amerika Tengah dan
Selatan. Angka prevalensi sangat bervariasi antara dan di dalam negara;
frekuensi tertinggi untuk seluruh negeri adalah 25 kasus atau lebih per 1.000
populasi, tetapi frekuensi setinggi 200 kasus per 1.000 populasi terdapat dalam
kantong-kantong hiperendemik kecil.
Penularan dari orang ke orang merupakan sebagian besar kasus
yang menumpangi; sebagian besar dari mereka terjadi pada anggota keluarga atau
pada kontak dekat penderita yang diketahui. Sekitar 200 kasus dilaporkan setiap
tahun di Amerika Sderikat, darinya 90% adalah pada imigran. Sisanya 10 %
berkembang pada tempat yang terlokalisasi sepanjang pantai Gulf (Guls coast) di
Hawai dan di teritorial Mikronesia.
Lepra terjadi pada semua umur, tetapi infeksi pada bayi sangat
jarang; insiden frekuensi puncak selama masa anak dan masa dewasa awal di
deerah endemik. Infeksi virus imundefisinesi manusia dapat mengubah risiko
lepra didaerah prevalensi yang tinggi untuk kedua patogen.
http://penyakitlepra.com/
0 komentar:
Posting Komentar